Ujian sebentar lagi dimulai! Semua sudah berkumpul dan menempati kursi masing-masing. Aku memilih duduk di barisan belakang. Ga tau kenapa, aku mulai merasa pusing dan mual. Ingin rasanya aku mengeluarkan isi perut makan siangku tadi. Dan ternyata... Ya! Beberapa menit ujian akan dimulai, aku meminta izin untuk ke toilet. Kebetulan Ms. Yan adalah salah satu pengawas ujian di ruangan itu. Di toilet, aku dengan mudah mengeluarkan semua isi perutku, mungkin yang tersisa hanya air saja. Huh! Lemas, mual dan pusing... Dalam hati aku bicara, “Apa aku bisa konsentrasi dalam ujian hari ini?”.
Ujian pun berlangsung... Aku yang masih merasa mual dan pusing berusaha mengerjakan soal-soal ujian itu dengan baik. Untung saja, soalnya tidak terlalu rumit dan apa yang aku pelajari di rumah sebagian besar ada dalam soal ujian itu.
Akhirnya, ujian usai...
“Cin, lo pucat banget! Lo sakit?”, tanya Septy.
“Tau nih! Kepala gue pusing banget! Mual juga...”, jawabku.
Tiba-tiba isi perutku kembali memintaku untuk mengeluarkannya. Lagi, lagi dan lagi...
“Eh, Cin! Mau kemana?”, tanya Lina.
“Mau ke toilet...”, jawabku singkat sambil berlari menuju toilet.
Lina mengikutiku dari belakang.
“Muntah lo ya?”, tanyanya.
“Iya... Duh... Ga tahan gue!”, keluhku.
“Ya, udah pulang aja...”, sarannya.
Aku dan Lina kembali ke depan ruang ujian yang telah ramai dengan mereka yang telah selesai ujian.
“Kenapa Cin?”, tanya Septy.
“Muntah dia.”, jawab Lina.
“Wah, lo diapain sama Mr. AA?”, ledek Intan.
Aku hanya terdiam lemas dengan terus memegangi tangan Lina.
“Wah, roman-romannya mau pingsan nih!”, tebak Lina.
“Apaan sih! Gue masih punya sedikit tenaga kok buat berdiri dan pulang.”, ucapku.
Dalam hatiku, “Kok, aneh ya?? Perlahan-lahan pandanganku kabur, teman-temanku perlahan-lahan menghilang, suara-suara mereka pun lambat-laun mengecil sampai tak terdengar lagi, dan....”
Aku pun terjatuh lemas... Pingsan! Aku mendengar sayup-sayup suara mereka yang panik saat tubuh ini tak sadarkan diri. Aku mendengar mereka tapi aku tak bisa membuka mata untuk tersadar. Semua gelap, dan aku tak ada daya untuk menggerakan tubuh ini.
Sampai pada akhirnya, aku berada di ruang Sekretariat. Teman-teman terdekatku turut menemaniku, Ms. Yan yang mengawas ujianku pun ada disana.
Duh, baru pertama kali aku merasakan pingsan. Membuat semua orang panik dan merepotkan mereka. Memalukan!
“Panggil Mr. AA, biar sembuh!”, ledek Ifa.
“Haha... Bener tuh!”, sebagian dari temanku meng-iya-kan.
Dasar...
Ups! Ada Mr. Cool... Pasti tahu dari Ms. Yan deh!
“Waduh... Kenapa jadi Mr. Cool yang dateng??”, canda Ifa.
Hanya beberapa menit saja berada di ruangan itu dan kembali berlalu.
Tak lama kemudian, Mr. AA datang. Semua yang ada diruangan itu heboh! Maklum saja, hampir sebagian dari mereka suka gosip...
Mr. AA pun sibuk dengan pertanyaan-pertanyaannya. Tanya kenapa, apa, kapan, dimana, siapa, dan bagaimana. Pokoknya 5W 1H deh!
Duh, repot deh! Jadi ga enak sama mereka yang sibuk sama urusan pingsan aku. Telepon keluarga, buatin minum, sibuk ini-itu sampai mencari taksi buat aku pulang. Duh, hari itu aku benar-benar merepotkan mereka!
Jumat, 27 Februari 2009
Selasa, 24 Februari 2009
Diary Cinta dari Gedung G Lantai 3 (Halaman 9)
Diary...
Di rumah pun, aku tak bisa tenang memikirkan kejadian itu. Menentukan jawaban yang terbaik itu sangat sulit.
Saat aku bingung, pikiranku dihadapkan pada 2 sosok, Mr. AA atau Mr. Cool???
Kenapa jadi Mr. Cool terbawa dalam pilihan itu ya???
Ya Allah...
Diary....
Saat pilihan 2 sosok itu hadir dalam benakku, aku semakin bingung. Bingung akan perasaanku sebenarnya. Karena hal itu, aku memberanikan diri bercerita pada Ibuku. Mencurahkan semua kebimbangan hati dan perasaan diri.
“Pilih saja sesuai hati kamu...”, saran Ibu.
Pilih dengan hati. Kalimat itu yang selalu terpatri dalam benakku. Setiap sujudku dalam solat, setiap doaku dalam renungan, aku selalu memohon yang terbaik dari-Nya...
Semenjak itu pula, aku merasakan kecanggungan saat bertemu Mr. AA, dan kebimbangan saat Mr. Cool menyapa... Sebisa mungkin aku menghindari 2 sosok pria itu, tapi sayang tugas akhir memberikan kesempatan pada 2 sosok itu untuk selalu lebih dekat denganku. Ini yang tak kuharapkan...
“Lina, gue capek sama keadaan ini...”, keluhku pada Lina.
“Capek?? Istirahat bu... Hehe...”, candanya.
“Yeeeee, gue serius nih!”, ujarku sedikit kesal.
“Kalo gue jadi lo, gue bakal seneng... Soalnya jadi eksis gara-gara deket sama mereka.. Hehe... Sejarah tuh, dalam hidup kalo bisa deket sama mereka, apalagi jadian... Hoho...”, candanya lagi.
“Duh, masalahnya ga gitu kali... Ini masalah perasaan... Kalo Cuma numpang eksis sih, ga sama mereka kali, skalian aja sama dude herlino atau orang terkenal siapa lah! Ga penting banget eksis pake nama mereka!”, ujarku kesal.
Dan aku melalui hari-hariku dengan perasaan yang tak menentu jika aku melihat mereka. Selalu...
Di rumah pun, aku tak bisa tenang memikirkan kejadian itu. Menentukan jawaban yang terbaik itu sangat sulit.
Saat aku bingung, pikiranku dihadapkan pada 2 sosok, Mr. AA atau Mr. Cool???
Kenapa jadi Mr. Cool terbawa dalam pilihan itu ya???
Ya Allah...
Diary....
Saat pilihan 2 sosok itu hadir dalam benakku, aku semakin bingung. Bingung akan perasaanku sebenarnya. Karena hal itu, aku memberanikan diri bercerita pada Ibuku. Mencurahkan semua kebimbangan hati dan perasaan diri.
“Pilih saja sesuai hati kamu...”, saran Ibu.
Pilih dengan hati. Kalimat itu yang selalu terpatri dalam benakku. Setiap sujudku dalam solat, setiap doaku dalam renungan, aku selalu memohon yang terbaik dari-Nya...
Semenjak itu pula, aku merasakan kecanggungan saat bertemu Mr. AA, dan kebimbangan saat Mr. Cool menyapa... Sebisa mungkin aku menghindari 2 sosok pria itu, tapi sayang tugas akhir memberikan kesempatan pada 2 sosok itu untuk selalu lebih dekat denganku. Ini yang tak kuharapkan...
“Lina, gue capek sama keadaan ini...”, keluhku pada Lina.
“Capek?? Istirahat bu... Hehe...”, candanya.
“Yeeeee, gue serius nih!”, ujarku sedikit kesal.
“Kalo gue jadi lo, gue bakal seneng... Soalnya jadi eksis gara-gara deket sama mereka.. Hehe... Sejarah tuh, dalam hidup kalo bisa deket sama mereka, apalagi jadian... Hoho...”, candanya lagi.
“Duh, masalahnya ga gitu kali... Ini masalah perasaan... Kalo Cuma numpang eksis sih, ga sama mereka kali, skalian aja sama dude herlino atau orang terkenal siapa lah! Ga penting banget eksis pake nama mereka!”, ujarku kesal.
Dan aku melalui hari-hariku dengan perasaan yang tak menentu jika aku melihat mereka. Selalu...
Jumat, 20 Februari 2009
Diary Cinta dari Gedung G Lantai 3 (Halaman 8)
Diary...
Tau ga hari ini ada kejadian apa???
Wah, bikin pusing kepala, keringat dingin, deg-degan, pokoknya lebih ga enak dari Aplikom deh!!
Mr. AA nulis surat gitu buat aku. Dikirim lewat document komputer aku pas lagi ada kelas Aplikom. Wuih!!!! Isinya bikin aku cuma bisa terdiam tanpa kata, seluruh tubuhku seperti tak bertulang, lemas, suhu tubuhku menurun drastis seperti orang yang mau kehilangan nyawanya, jantungku berdetak kencang seakan ingin terhempas keluar, mataku tak berkedip memperhatikan kata demi kata yang terangkai dalam surat itu menjadi kalimat-kalimat yang penuh arti.
Teman disampingku ternyata melihat isi surat itu.
“Surat cintamu yang pertama, membuat hatimu berlomba seperti melodi yang indah tentang kata cintanya padamu”, celetuknya menyanyikan salah satu lagu dengan mengganti liriknya.
“Duh, apaan sih lo! Ga lucu tau! Ini serius nih!”, ujarku sedikit kesal.
“Hihi... Cie... Cinta... Sebentar lagi kawin nih!”, ledeknya.
“Tau ah! Sumpah gue bingung nih!”, ucapku lagi.
“Ya elah... Kenapa bingung!!?? Emangnya lo ada banyak stok cowok ya?”, candanya lagi.
“Duh, dari tadi lo bikin gue tambah bingung tau!!”, ujarku kesal.
Diary...
Setelah aku baca isi suratnya aku semakin bingung... Aku tidak pandai mengatakan “tidak” dan kalau aku mengiyakan, aku tidak ada perasaan yang sama seperti perasaan dia terhadapku.
Akhirnya aku memutuskan untuk menunjukkan sikap sedikit mengabaikannya. Selesai kuliah, dia mengajakku makan siang bareng. Oh, My God...
“Cinta, abis ini masih ada kuliah?”, tanya Mr. AA
“Iya..”, jawabku singkat.
“Gimana yang tadi?”, tanyanya mengenai surat itu.
“Emmm, gimana ya??”, balikku bertanya.
“Kalo gitu kita bisa ngobrol berdua aja?”, tanyanya lagi.
“Emmm, Cinta mau ngerjain tugas akhir.”, jawabku.
“Oh, ya udah... Nanti aja deh kalo gitu.”, ucapnya.
Aku pun berlalu meninggalkannya.
Diary... Konsentrasiku buyar!! Jelas terlihat pada saat mengerjakan tugas akhir. Semua yang aku kerjakan ngaco! Teman-teman sekelompok aku pun heran dan bingung pada aku yang hari itu.
“Cin, lo kenapa sih!? Ga biasanya yang lo kerjain ini sampe banyak salah kayak gini!”, tanya Ema.
“Duh, maaf ya...”, ucapku meminta maaf.
“Maklum Ma... Abis dapet surat cinta dari Mr. AA. Hehe...”, celetuk Intan.
“Intan!! Apaan sih! Gosip aja lo!”, ujarku kesal.
“Yee, fakta kali...”, jawabnya.
“Oh, yang tadi Mr. AA manggil lo, suruh liat surat cintanya... Cieeeee, Cinta...”, ujar Ema.
Huh!!! Pertemuan kelompok yang seharusnya membicarakan dan mengerjakan tugas akhir Aplikom, malah diisi dengan topik cinlok antara dosen dengan mahasiswinya. Baru serius dimenit-menit akhir jam makan siang. Dan...... Mr. AA menghampiri...
“Please, Ma! Lo sebagai ketua, tolong bilang aja kita lagi sibuk...”, bisikku kepada Ema.
“Maaf, Cinta masih lama ga ngerjain tugasnya?”, tanya Mr. AA kepadaku.
Aduh!!!
“Emmm, ga tau nih Mas! Ma, masih lama ga?”, tanyaku alasan pada Ema.
“Masih lama Mas..”, jawabnya.
Huh! Untung Ema bisa berkomplot denganku. Hehe... Udah kayak pelaku tindak kriminal, berkomplot...
“Emmmmm, bisa pinjam Cintanya sebentar?”, tanyanya lagi pada Ema.
Duh, emangnya aku barang apa, yang bisa dipinjam-pinjam???
“Duh, Mas gimana ya?! Masalahnya yang bisa ngerjain bagian ini tuh Cinta...”, jawab Ema penuh alasan.
Aha... Alasan Ema tepat untuk mengulur-ngulur waktu. Jahat memang membuat orang tergantung perasaannya, tapi hanya itu yang aku bisa lakukan.
Alasan demi alasan terus aku keluarkan saat waktu memberi kesempatan padanya untuk semakin mendekatiku, sampai pada akhirnya waktu habis memberikan kesempatan kepadanya...
Tau ga hari ini ada kejadian apa???
Wah, bikin pusing kepala, keringat dingin, deg-degan, pokoknya lebih ga enak dari Aplikom deh!!
Mr. AA nulis surat gitu buat aku. Dikirim lewat document komputer aku pas lagi ada kelas Aplikom. Wuih!!!! Isinya bikin aku cuma bisa terdiam tanpa kata, seluruh tubuhku seperti tak bertulang, lemas, suhu tubuhku menurun drastis seperti orang yang mau kehilangan nyawanya, jantungku berdetak kencang seakan ingin terhempas keluar, mataku tak berkedip memperhatikan kata demi kata yang terangkai dalam surat itu menjadi kalimat-kalimat yang penuh arti.
Teman disampingku ternyata melihat isi surat itu.
“Surat cintamu yang pertama, membuat hatimu berlomba seperti melodi yang indah tentang kata cintanya padamu”, celetuknya menyanyikan salah satu lagu dengan mengganti liriknya.
“Duh, apaan sih lo! Ga lucu tau! Ini serius nih!”, ujarku sedikit kesal.
“Hihi... Cie... Cinta... Sebentar lagi kawin nih!”, ledeknya.
“Tau ah! Sumpah gue bingung nih!”, ucapku lagi.
“Ya elah... Kenapa bingung!!?? Emangnya lo ada banyak stok cowok ya?”, candanya lagi.
“Duh, dari tadi lo bikin gue tambah bingung tau!!”, ujarku kesal.
Diary...
Setelah aku baca isi suratnya aku semakin bingung... Aku tidak pandai mengatakan “tidak” dan kalau aku mengiyakan, aku tidak ada perasaan yang sama seperti perasaan dia terhadapku.
Akhirnya aku memutuskan untuk menunjukkan sikap sedikit mengabaikannya. Selesai kuliah, dia mengajakku makan siang bareng. Oh, My God...
“Cinta, abis ini masih ada kuliah?”, tanya Mr. AA
“Iya..”, jawabku singkat.
“Gimana yang tadi?”, tanyanya mengenai surat itu.
“Emmm, gimana ya??”, balikku bertanya.
“Kalo gitu kita bisa ngobrol berdua aja?”, tanyanya lagi.
“Emmm, Cinta mau ngerjain tugas akhir.”, jawabku.
“Oh, ya udah... Nanti aja deh kalo gitu.”, ucapnya.
Aku pun berlalu meninggalkannya.
Diary... Konsentrasiku buyar!! Jelas terlihat pada saat mengerjakan tugas akhir. Semua yang aku kerjakan ngaco! Teman-teman sekelompok aku pun heran dan bingung pada aku yang hari itu.
“Cin, lo kenapa sih!? Ga biasanya yang lo kerjain ini sampe banyak salah kayak gini!”, tanya Ema.
“Duh, maaf ya...”, ucapku meminta maaf.
“Maklum Ma... Abis dapet surat cinta dari Mr. AA. Hehe...”, celetuk Intan.
“Intan!! Apaan sih! Gosip aja lo!”, ujarku kesal.
“Yee, fakta kali...”, jawabnya.
“Oh, yang tadi Mr. AA manggil lo, suruh liat surat cintanya... Cieeeee, Cinta...”, ujar Ema.
Huh!!! Pertemuan kelompok yang seharusnya membicarakan dan mengerjakan tugas akhir Aplikom, malah diisi dengan topik cinlok antara dosen dengan mahasiswinya. Baru serius dimenit-menit akhir jam makan siang. Dan...... Mr. AA menghampiri...
“Please, Ma! Lo sebagai ketua, tolong bilang aja kita lagi sibuk...”, bisikku kepada Ema.
“Maaf, Cinta masih lama ga ngerjain tugasnya?”, tanya Mr. AA kepadaku.
Aduh!!!
“Emmm, ga tau nih Mas! Ma, masih lama ga?”, tanyaku alasan pada Ema.
“Masih lama Mas..”, jawabnya.
Huh! Untung Ema bisa berkomplot denganku. Hehe... Udah kayak pelaku tindak kriminal, berkomplot...
“Emmmmm, bisa pinjam Cintanya sebentar?”, tanyanya lagi pada Ema.
Duh, emangnya aku barang apa, yang bisa dipinjam-pinjam???
“Duh, Mas gimana ya?! Masalahnya yang bisa ngerjain bagian ini tuh Cinta...”, jawab Ema penuh alasan.
Aha... Alasan Ema tepat untuk mengulur-ngulur waktu. Jahat memang membuat orang tergantung perasaannya, tapi hanya itu yang aku bisa lakukan.
Alasan demi alasan terus aku keluarkan saat waktu memberi kesempatan padanya untuk semakin mendekatiku, sampai pada akhirnya waktu habis memberikan kesempatan kepadanya...
Minggu, 15 Februari 2009
Diary Cinta dari Gedung G Lantai 3 (Halaman 7)
Diary.....
Aku punya kesempatan lagi buat ngobrol sama Mr. Cool. Waktu itu obrolannya seputar “teman dekat” alias pacar. Dia yang mulai topik itu buat jadi obrolan.
“Cinta, udah punya pacar belum?”, tanyanya.
“Pacar?? Duh, ga usah ngebahas itu deh!”, jawabku.
“Baru putus ya?”, celetuk Mr. Cool.
“Kok, tau??”, tanyaku heran.
“Tau donk... Hehe...”, jawabnya.
“Mas sendiri?”, tanyaku lagi.
“Sedang mencari.”, jawabnya singkat.
“Cari yang kayak gimana?”, tanyaku lagi.
“Yang berjilbab!”, jawabnya lagi dengan singkat.
“Oh... Kalau sama Tia gimana?”, tanyaku mulai mengarahkan pembicaraan pada sesosok
Tia.
“Tia? Tia siapa?”, tanyanya penasaran.
“Itu loh, mahasiswanya Ms. Yan. Berjilbab...”, jelasku.
“Oh.. Tia itu.... Ga ah... Kenal deket aja ga, ngobrol kayak gini juga ga....”, jelasnya.
Duh, Mr. Cool tidak tertarik sama Tia. Gimana ya, biar dia tertarik..... Aku tidak bisa berkata-kata apa-apalagi mendengar jawabannya. Obrolanpun tetap berlanjut....
Diary...
Waktu ada jam istirahat kuliah, seperti biasa aku kumpul sama teman-temanku di bangku taman kampus.
“Cinta, tadi gue ketemu Mr. Cool. Dia nanya-nanya tentang lo gitu.”, ujar Rahma.
“Nanya-nanya tentang gue??”, aku balik bertanya.
“Iya, dia nanya lo udah punya pacar apa belum. Gue jawab aja belum, baru putus sama anak Paris”, jelasnya.
“Pantesan dia nanya itu juga ke gue... Lain kali ga usah lo jawab, suruh tanya ke gue langsung aja..”, pintaku.
“Mana gue tau.. Ya, udah deh! Ntar kalo dia nanya lagi, gue bilang ga tau.”, jelasnya.
Semenjak Rahma ngomong seperti itu, aku jadi kepikiran. Kenapa ya Mr. Cool nanya-nanya soal gue ke Rahma?? Apa dia???? Ah, tidak mungkin!
“Gue rasa, dia nanya itu ke gue buat informasi Mr. AA deh!”, tebaknya seakan bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan.
“Biarin aja deh!”, jawabku singkat.
Semenjak itu, aku jadi kepikiran Mr. Cool terus. Kenapa ya? Apa aku suka juga sama dia? Apa aku jatuh cinta sama dia? Masa sih??
Perasaanku terhadap Mr. Cool pun, semakin dalam dan mengalir begitu saja ke dalam shoutout Fsku. Setiap hari perasaanku semakin dalam. Aku bertanya dalam diri, apa iya aku mulai tertarik sama dia? Apa ini hanya perasaan emosi diri saja? Emosi karena patah hati yang terdahulu?? Aku tidak ingin semua ini hanya pelarian hatiku saja, tapi semakin hari perasaan ini semakin nyata. Ya Allah... Beri kejelasan atas perasaanku ini?? Lebih baik lagi, hilangkan saja perasaan ini karena aku takut...
Diary, bila aku harus memilih... Aku memilih untuk tidak memiliki perasaan itu.
Takut, takut dan takut masih menyelimuti hatiku, kecuali jika memang dia seseorang yang bisa meyakini diri dan hatiku.
Pusing, ribet, dilema! Aku belum menolak Mr. AA karena aku tidak pintar untuk berkata “tidak”, dan sekarang muncul perasaan lain terhadap Mr. Cool. Ya Allah...
Aku punya kesempatan lagi buat ngobrol sama Mr. Cool. Waktu itu obrolannya seputar “teman dekat” alias pacar. Dia yang mulai topik itu buat jadi obrolan.
“Cinta, udah punya pacar belum?”, tanyanya.
“Pacar?? Duh, ga usah ngebahas itu deh!”, jawabku.
“Baru putus ya?”, celetuk Mr. Cool.
“Kok, tau??”, tanyaku heran.
“Tau donk... Hehe...”, jawabnya.
“Mas sendiri?”, tanyaku lagi.
“Sedang mencari.”, jawabnya singkat.
“Cari yang kayak gimana?”, tanyaku lagi.
“Yang berjilbab!”, jawabnya lagi dengan singkat.
“Oh... Kalau sama Tia gimana?”, tanyaku mulai mengarahkan pembicaraan pada sesosok
Tia.
“Tia? Tia siapa?”, tanyanya penasaran.
“Itu loh, mahasiswanya Ms. Yan. Berjilbab...”, jelasku.
“Oh.. Tia itu.... Ga ah... Kenal deket aja ga, ngobrol kayak gini juga ga....”, jelasnya.
Duh, Mr. Cool tidak tertarik sama Tia. Gimana ya, biar dia tertarik..... Aku tidak bisa berkata-kata apa-apalagi mendengar jawabannya. Obrolanpun tetap berlanjut....
Diary...
Waktu ada jam istirahat kuliah, seperti biasa aku kumpul sama teman-temanku di bangku taman kampus.
“Cinta, tadi gue ketemu Mr. Cool. Dia nanya-nanya tentang lo gitu.”, ujar Rahma.
“Nanya-nanya tentang gue??”, aku balik bertanya.
“Iya, dia nanya lo udah punya pacar apa belum. Gue jawab aja belum, baru putus sama anak Paris”, jelasnya.
“Pantesan dia nanya itu juga ke gue... Lain kali ga usah lo jawab, suruh tanya ke gue langsung aja..”, pintaku.
“Mana gue tau.. Ya, udah deh! Ntar kalo dia nanya lagi, gue bilang ga tau.”, jelasnya.
Semenjak Rahma ngomong seperti itu, aku jadi kepikiran. Kenapa ya Mr. Cool nanya-nanya soal gue ke Rahma?? Apa dia???? Ah, tidak mungkin!
“Gue rasa, dia nanya itu ke gue buat informasi Mr. AA deh!”, tebaknya seakan bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan.
“Biarin aja deh!”, jawabku singkat.
Semenjak itu, aku jadi kepikiran Mr. Cool terus. Kenapa ya? Apa aku suka juga sama dia? Apa aku jatuh cinta sama dia? Masa sih??
Perasaanku terhadap Mr. Cool pun, semakin dalam dan mengalir begitu saja ke dalam shoutout Fsku. Setiap hari perasaanku semakin dalam. Aku bertanya dalam diri, apa iya aku mulai tertarik sama dia? Apa ini hanya perasaan emosi diri saja? Emosi karena patah hati yang terdahulu?? Aku tidak ingin semua ini hanya pelarian hatiku saja, tapi semakin hari perasaan ini semakin nyata. Ya Allah... Beri kejelasan atas perasaanku ini?? Lebih baik lagi, hilangkan saja perasaan ini karena aku takut...
Diary, bila aku harus memilih... Aku memilih untuk tidak memiliki perasaan itu.
Takut, takut dan takut masih menyelimuti hatiku, kecuali jika memang dia seseorang yang bisa meyakini diri dan hatiku.
Pusing, ribet, dilema! Aku belum menolak Mr. AA karena aku tidak pintar untuk berkata “tidak”, dan sekarang muncul perasaan lain terhadap Mr. Cool. Ya Allah...
Langganan:
Postingan (Atom)